Tuesday, September 14, 2010

Duka di Hari Idul Fitri

Hari raya Idul Fitri tahun ini terasa suram bagi seorang ibu tunanetra bernama Euis Rusmiati. Hal tersebut dikarenakan suaminya, Joni Malaela meninggal pada hari pertama Idul Fitri kemarin. Ia berusaha tabah menerima nasib naas suaminya meski hatinya remuk.



Peristiwa naas itu terjadi di Istana Negara. Niat awalnya Joni dan Euis ingin ke Istana Negara untuk bersilahturahmi dengan Presiden SBY dan mendapat uang saku. Namun pasangan tersebut terlalu lama berdesak-desakan dalam terik, lapar, dan dahaga bersama ratusan tunanetra lainnya yang pada akhirnya menyebabkan Joni dan beberapa warga terjatuh dan pingsan. Joni, yang berdiri tak jauh dari depan pintu gerbang, semula ingin mundur ke barisan belakang, tetapi malangnya Ia terjatuh. Ia terdorong kesana kemari sebelum akhirnya diselamatkan dan ditandu petugas. Joni sempat dibantu dengan tabung oksigen selama 10 menit, namun jiwanya tak tertolong.

Joni sehari-harinya dikenal sebagai seorang tukang urut. Namun penghasilannya sangat minim. Joni juga rajin mengikuti pengajian dan dari pengajian tersebut Ia biasanya memperoleh sedikit uang tambahan dari para dermawan. Oleh karena itu salah satu alasan Ia ingin ke Istana Negara adalah agar bisa memperoleh uang saku seperti tahun kemarin.

Seorang ibu rumah tangga bernama Nelly (48) ketika ditanyai pendapatnya mengenai hal ini berkata “Wah itu sih bagaimana pihak pengelolanya. Kenapa bisa sampai ada kejadian seperti itu. Mestinya mereka mempersiapkan dengan sebaik mungkin, malu-maluin aja ada kejadian seperti itu. Kasihan sekali Pak Joni, karena keteledoran pihak pengelola, nyawa melayang.”

Nelly juga menyarankan lain kali jika mau digelar acara seperti itu, pihak pengelola harus menyusunnya dengan sebaik mungkin. Mereka harus bisa mengatur agar semua yang datang dapat masuk dengan tertib dan jangan sampai berdesak-desakan seperti kemarin ini. Akibat kelalaian pengelola, orang meninggal dunia.

Kini setelah tidak ada Joni sebagai pendampingnya, Euis harus bertahan sendiri menghidupi dirinya dengan santunan yang diberikan dari Istana. Tak ada lagi yang membimbing Euis berjalan, tongkat lipat logam kini menjadi satu-satunya tumpuan dalam menentukan arah saat berjalan. 


Oleh : Kristiana (915080089)
Sumber : Kompas, Senin 13 September 2010

No comments:

Post a Comment