Senin, 30 Agustus 2010
Kalau tidak makan nasi belum kenyang. Semboyan rakyat yang sering terdengar dimana-mana. Padahal sekarang harga beras begitu tinggi, banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan beras yang bisa dijangkau.
Tetapi pemerintah optimis bahwa target produksi beras nasional tetap akan tercapai walaupun La Nina melanda Indonesia, bahkan, harga tinggi beras dianggapnya dipicu oleh spekulasi, bukan faktor produksi. Optimisme yang ditunjang oleh membaiknya curah hujan hingga saat ini, mengantar kita pada konklusi perluasan lahan sawah yang mencapai angka 1 juta ha.
Namun di lain pihak, Bustanul Arifin sempat mengatakan jika ramalan pemerintah meleset, Indonesia bisa terkena skenario regional yaitu stok yang merosot. Bencana alam juga harus diperhitungkan, sekarang iklim tidak bisa ditebak. Bahkan beberapa negara sudah mengerem ekspor dan menaikkan impor dalam rangka menambah stok pangan dalam negeri. Apakah berarti ini tanda-tanda bahwa harga beras akan tetap tinggi bahkan setelah lebaran??
Menurut Sianiwati, seorang ibu rumah tangga, menjelang lebaran saja semua harga bahan pokok pangan sudah naik setinggi langit, "harganya naik dua kali lipat," sahutnya. Dan bukan beras saja, seluruh bahan pangan harganya naik karena implikasi yang terjadi. " Ini bukan cuma karena Lebaran saja harganya naik, tapi jauh dari sebelum Lebaran, harga-harga sudah naik terus menerus. Sebentar-sebentar semua barang naik harga, padahal gaji tidak naik." Sambungnya lagi panjang lebar.
Keadaan iklim Indonesia (dan dunia) yang berubah-ubah tak tetap belakangan ini memang memicu kegagalan panen di berbagai sektor, membuat persediaan nasional menjadi tidak stabil dan merujung pada meroketnya harga bahan pangan.Pemerintah mencanangkan berbagai macam kebijakan untuk kebaikan bersama. Namun melihat keadaan seperti sekarang ini, jika pemerintah mengulangi kesalahan sekali lagi, akankah Indonesia terancam panceklik??
Oleh : Ellen Budianto (915080058)
Source :
Kompas Cetak
Senin, 30 Agustus 2010
Halaman 1
No comments:
Post a Comment