Tanggal 29 agustus 2010 warga Karo sekitar 70 kilometer arah barat daya kota medan di kejutkan dengan meletusnya Gunung Sinabung,Minggu pukul 00.88. Seperti yang tertulis dalam Kompas 30 agustus 2010 Kurang lebih 18194 orang dan 32 desa di usingkan dari sekitar meletus nya Gunung sinabung tersebut.
Jumlah pengungsi tersebutlah yang tercatat di posko utama tim penanggulangan bencana di pendapa Kabupaten Karo di Kaban jahe. Mereka tersebar di 16 tempat pengungsian . meski pemerintahan dan kementrian sosial telah memberikan bantuan sebanyak 250 ton beras tetapi para pengungsi belum menerima bantuan tersebut hingga minggu pentang.
Dalam bencana alam tersebut tidak terdapat korban jiwa karena para warga sekitar Gunung Sinabung telah di ungsikan terlebih dahulu, Bupati Karo Daulat Daniel Sinulingga menjelaskan , pihak nya telah mewajibkan warga yang tingal radius 6 kilometer dari Gunung sinabung telah di ungsikan terlebih dahulu karena sangat berbahaya bila letusan terjadi.
Pengungsi yang berada di Sinabung hanya tidur beralaskan Tikar dan tidur di kelompokan berdasarkan daerah nya agar mudah untuk di data.Bantuan yang tidak kunjung datang mengakibatkan penyakit mulai bermunculan seperti sesak napas karena Debu Vulkaniksemburan dari Gunung sinabung.
Menurut Danish salah seorang karyawan di Jakarta, seharusnya pemerintahan dan kementrian sosial segera mengupayakan agar bantuan segera sampai ke para pengungsi." seharusnya pemerintah dan kementriaan sosial segera menagani bantuan bagi para pengungsi atau korban karena bila tidak mereka akan kelaparan dan terlantar tampa bantuan dari pemerintah" penuturan dari Danish.
Beberapa hari setelah Meletusnya Gunung Sinabung para warga sekitar kaban jahe,Karo, maupun Berastagi masih mengenakan masker untuk menghindari debu vulkanik yang di semburkan,sepanjang hari minggu tidak ada lagi hujan dan debu yang berlebihan yang masih menyelimuti kota di sekitar nya tersebut.
Metta Andriany
(Nim: 915080049)
dikutip dari: Kompas 30 agustus 2010
Tuesday, August 31, 2010
Pemerintah Indonesia Perlu Bersikap Tegas
Akhir-akhir ini pemberitaan di media cetak diramaikan dengan perseteruan antara Indonesia dengan Malaysia. Perseteruan ini terkait dengan aksi penangkapan dan perlakuan buruk terhadap 3 aparat Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia serta pelanggaran wilayah yang dilakukan polisi Malaysia di perairan sebelah utara Pulau Bintan pada 13 Agustus lalu.
Menurut headline Kompas, 26 Agustus 2010 terkait kasus ini dikatakan bahwa Komisi I DPR mendesak pemerintah agar berani dan cepat bertindak. Mereka ingin agar Pemerintah Indonesia bertindak lebih jauh ketimbang sekadar mengirimkan nota diplomatik dan segera menuntut Malaysia untuk memberikan pernyataan maaf.
Sebelum kasus ini muncul memang telah terjadi beberapa sengketa kasus antara Indonesia-Malaysia diantaranya sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, penganiayaan TKI, sengketa kepemilikan Blok Ambalat, klaim budaya, dan terakhir kasus penangkapan tiga petugas patroli pengawas perikanan Indonesia.
Menurut Regina, seorang karyawan swasta, sangat tidak sepantasnya Malaysia berbuat seperti itu. “Malaysia harusnya malu dengan apa yang dilakukannya, dari dulu hingga sekarang mereka selalu merugikan Indonesia. Mulai dari kasus TKI, pengklaiman budaya Indonesia, dan sekarang kasus penangkapan ini. Bagaimanapun juga Malaysia harus segera meminta maaf kepada pihak Indonesia.” jelasnya.
Regina juga berpendapat Pemerintah Indonesia harus bertindak tegas menindaki kasus ini dan jangan terlalu lunak terhadap pihak Malaysia. Ia sangat berharap kasus ini segera terselesaikan dan hal seperti ini tidak terulang lagi di masa mendatang.
Masalah pasti akan muncul, tinggal dilihat dari bagaimana kedua negara bertetangga ini menjaga hubungan baik diantara keduanya agar tetap terjaga. Namun, janganlah itu dianggap Indonesia tidak boleh bersikap tegas kepada Malaysia. Sikap tegas Indonesia itu diperlukan asalkan dilakukan secara terukur dan lewat jalur-jalur diplomatik.
Oleh : Kristiana (915080089)
Sumber : Kompas, Kamis 26 Agustus 2010
Meredam Emosi Demi Setetes Air
Setetes air menjadi pintu kehidupan bagi setiap makhluk hidup. Manusia, hewan, maupun bagi semua tumbuhan. Tanpa adanya air bersih, banyak hal yang terjadi bagi bumi ini. Termasuk bagi masyarakat di 3 desa di Nusa Tenggara Timur. Desa Were I, Radabata, dan Dadawea yang sudah lama hidup dengan susah payah demi mencari setetes air bersih bagi kelangsungan hidup mereka.
Pertikaian yang terjadi antara ketiga desa ini dimulai karena adanya perebutan tanah suku yang terjadi pada tahun 2002 antara desa Were I dan Radabata. Perselisihan yang sampai mengakibatkan seorang warga tewas karena kepala yang dipenggal.
Kesamaan kebutuhan pada air bersih inilah yang kemudian menjadi sebuah pemicu untuk menjalin perdamaian dan persatuan bagi ketiga desa ini. "Mereka hebat juga ya bisa nurunin gengsi demi kepentingan bersama", ujar Sintia saat mendengar berita ini. Wiraswasta yang jarang membaca surat kabar ini begitu kagum dengan warga desa di NTT itu. Menurutnya, ada sisi positif yang ia tangkap dari berita ini, yaitu walaupun terkadang kebencian dan perselisihan menjadi begitu besar dibanding rasa perdamaian tetapi di saat seseorang dapat sedikit saja menengok bahwa kebutuhan sekitarnya jauh lebih penting dibanding perselisihan yang sudah lama muncul.
Adanya keinginan untuk membangun jaringan pipa air oleh warga desa Were I, Radabata, dan Dadawea. Keinginan tersebut tentu tidak akan dapat terlaksana jika ketiga desa itu masih mempertahankan ego mereka masing-masing.
"Kalau 'gag ada persatuan, saya yakin sampai kapan pun mereka semua 'gag bakal bisa menikmati air bersih. Buktinya bertahun-tahun, mereka hidup pas-pasan pakai air", ujar Sintia. Terkadang memang seseorang harus melihat jauh ke depan. Bagaimana nasib anak cucu kita nanti jika hidup tanpa setetes air bersih? Akan banyak masalah yang timbul dan tidak hanya sekedar permusuhan belaka. Banyak penyakit yang menunggu. Penyakit kulit karena jarangnya mandi, penyakit berbahaya lainnya yang akan menghampiri tubuh kita karena tidak menggunakan air bersih bagi kehidupan kita masing-masing.
Sampai akhirnya sekitar tahun 2008-2009, 5000 warga dari ketiga desa tersebut sama-sama bergotong royong membangun pipa air spanjang 9 km yg berasal dr sumur gravitasi d atas bukit yang melintasi 3 desa di kecamatan Golewa. Alhasil, ketiga desa itu sama-sama merasakan segarnya air bersih yang mengaliri hidup mereka kelak. Perdamaian tercipta dengan sesama warga Nusa Tenggara Timur, kehidupan yang lebih baik pun menunggu di depan mata.
oleh : Lorensya ( 915080021 )
sumber : Kompas Cetak
edisi Selasa, 31 Agustus 2010
Pertikaian yang terjadi antara ketiga desa ini dimulai karena adanya perebutan tanah suku yang terjadi pada tahun 2002 antara desa Were I dan Radabata. Perselisihan yang sampai mengakibatkan seorang warga tewas karena kepala yang dipenggal.
Kesamaan kebutuhan pada air bersih inilah yang kemudian menjadi sebuah pemicu untuk menjalin perdamaian dan persatuan bagi ketiga desa ini. "Mereka hebat juga ya bisa nurunin gengsi demi kepentingan bersama", ujar Sintia saat mendengar berita ini. Wiraswasta yang jarang membaca surat kabar ini begitu kagum dengan warga desa di NTT itu. Menurutnya, ada sisi positif yang ia tangkap dari berita ini, yaitu walaupun terkadang kebencian dan perselisihan menjadi begitu besar dibanding rasa perdamaian tetapi di saat seseorang dapat sedikit saja menengok bahwa kebutuhan sekitarnya jauh lebih penting dibanding perselisihan yang sudah lama muncul.
Adanya keinginan untuk membangun jaringan pipa air oleh warga desa Were I, Radabata, dan Dadawea. Keinginan tersebut tentu tidak akan dapat terlaksana jika ketiga desa itu masih mempertahankan ego mereka masing-masing.
"Kalau 'gag ada persatuan, saya yakin sampai kapan pun mereka semua 'gag bakal bisa menikmati air bersih. Buktinya bertahun-tahun, mereka hidup pas-pasan pakai air", ujar Sintia. Terkadang memang seseorang harus melihat jauh ke depan. Bagaimana nasib anak cucu kita nanti jika hidup tanpa setetes air bersih? Akan banyak masalah yang timbul dan tidak hanya sekedar permusuhan belaka. Banyak penyakit yang menunggu. Penyakit kulit karena jarangnya mandi, penyakit berbahaya lainnya yang akan menghampiri tubuh kita karena tidak menggunakan air bersih bagi kehidupan kita masing-masing.
Sampai akhirnya sekitar tahun 2008-2009, 5000 warga dari ketiga desa tersebut sama-sama bergotong royong membangun pipa air spanjang 9 km yg berasal dr sumur gravitasi d atas bukit yang melintasi 3 desa di kecamatan Golewa. Alhasil, ketiga desa itu sama-sama merasakan segarnya air bersih yang mengaliri hidup mereka kelak. Perdamaian tercipta dengan sesama warga Nusa Tenggara Timur, kehidupan yang lebih baik pun menunggu di depan mata.
oleh : Lorensya ( 915080021 )
sumber : Kompas Cetak
edisi Selasa, 31 Agustus 2010
Monday, August 30, 2010
TIDAK ADA ASAP JIKA TIDAK ADA API
Selasa, 31 Agustus 2010
Hubungan antara Indonesia dengan Malaysia kian memanas, walaupun begitu Mantan Perdana Mentri Malaysia Mahathir Mohamad tetap menilai bahwa Indonesia merupakan “sahabat” dari negaranya tersebut, seperti yang dilansir oleh harian ibu kota Senin, 30 Agustus 2010.
Mahathir Mohamad menyatakan gelombang unjuk rasa yang terjadi di Jakarta yang bersifat provokasi dengan melemparkan kotoran di Kedubes Malaysia serta menginjak dan membakar bendera Malaysia merupakan tindakan dari pengunjuk rasa bayaran.
Namun, pernyataan Mantan Perdana Mentri Malaysia tersebut tidak disetujui oleh Lydia (28), seorang karyawati yang sehari-harinya bekerja disalah satu perusahaan swasta di Jakarta. Ia meyakini demostrasi dan aksi unjuk rasa yang terjadi belakangan ini merupakan bentuk perlawanan masyarakat Indonesia yang membela negaranya dari perlakuan yang tidak adil selama ini.
”ah, kalau dibilang pengunjuk rasa bayaran kurang yakin deh, soalnya kan permasalahannya bukan baru pertama kali tapi sudah berlarut-larut, jadi yah gimana gak geram orang Indonesia. Mungkin juga karena pemerintah Indonesia terlalu lama ngambil tindakan, jadi masyarakat yang bertindak”, jelasnya.
Saat ini tidak ada bukti yang signifikan maupun informasi yang bisa membuktikan adanya pengunjuk rasa bayaran. Pemerintah Indonesia masih fokus menangani dugaan kasus penganiayaan yang dialami tiga petugas KKP.
Memang hubungan Indonesia dan Malaysia kembali memanas karena penangkapan tiga petugas Kelautan dan Perikanan oleh kepolisian Malaysia, seiring dengan perkembangan kasus, unjuk rasa terus terjadi dan kerap dinilai sebagai aksi yang anarkis sampai akhirnya pemerintah Malaysia menyatakan tidak akan meminta maaf kepada Indonesia dibeberapa harian Malaysia yang menjadi headline. Hal ini mungkin berbanding terbalik dengan apa yang di utarakan Mantan Perdana Mentri Malaysia tersebut, jika memang “sahabat” mengapa tidak ada kata maaf?
Bakal Panceklik??
Senin, 30 Agustus 2010
Kalau tidak makan nasi belum kenyang. Semboyan rakyat yang sering terdengar dimana-mana. Padahal sekarang harga beras begitu tinggi, banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan beras yang bisa dijangkau.
Tetapi pemerintah optimis bahwa target produksi beras nasional tetap akan tercapai walaupun La Nina melanda Indonesia, bahkan, harga tinggi beras dianggapnya dipicu oleh spekulasi, bukan faktor produksi. Optimisme yang ditunjang oleh membaiknya curah hujan hingga saat ini, mengantar kita pada konklusi perluasan lahan sawah yang mencapai angka 1 juta ha.
Namun di lain pihak, Bustanul Arifin sempat mengatakan jika ramalan pemerintah meleset, Indonesia bisa terkena skenario regional yaitu stok yang merosot. Bencana alam juga harus diperhitungkan, sekarang iklim tidak bisa ditebak. Bahkan beberapa negara sudah mengerem ekspor dan menaikkan impor dalam rangka menambah stok pangan dalam negeri. Apakah berarti ini tanda-tanda bahwa harga beras akan tetap tinggi bahkan setelah lebaran??
Menurut Sianiwati, seorang ibu rumah tangga, menjelang lebaran saja semua harga bahan pokok pangan sudah naik setinggi langit, "harganya naik dua kali lipat," sahutnya. Dan bukan beras saja, seluruh bahan pangan harganya naik karena implikasi yang terjadi. " Ini bukan cuma karena Lebaran saja harganya naik, tapi jauh dari sebelum Lebaran, harga-harga sudah naik terus menerus. Sebentar-sebentar semua barang naik harga, padahal gaji tidak naik." Sambungnya lagi panjang lebar.
Keadaan iklim Indonesia (dan dunia) yang berubah-ubah tak tetap belakangan ini memang memicu kegagalan panen di berbagai sektor, membuat persediaan nasional menjadi tidak stabil dan merujung pada meroketnya harga bahan pangan.Pemerintah mencanangkan berbagai macam kebijakan untuk kebaikan bersama. Namun melihat keadaan seperti sekarang ini, jika pemerintah mengulangi kesalahan sekali lagi, akankah Indonesia terancam panceklik??
Oleh : Ellen Budianto (915080058)
Source :
Kompas Cetak
Senin, 30 Agustus 2010
Halaman 1
Kalau tidak makan nasi belum kenyang. Semboyan rakyat yang sering terdengar dimana-mana. Padahal sekarang harga beras begitu tinggi, banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan beras yang bisa dijangkau.
Tetapi pemerintah optimis bahwa target produksi beras nasional tetap akan tercapai walaupun La Nina melanda Indonesia, bahkan, harga tinggi beras dianggapnya dipicu oleh spekulasi, bukan faktor produksi. Optimisme yang ditunjang oleh membaiknya curah hujan hingga saat ini, mengantar kita pada konklusi perluasan lahan sawah yang mencapai angka 1 juta ha.
Namun di lain pihak, Bustanul Arifin sempat mengatakan jika ramalan pemerintah meleset, Indonesia bisa terkena skenario regional yaitu stok yang merosot. Bencana alam juga harus diperhitungkan, sekarang iklim tidak bisa ditebak. Bahkan beberapa negara sudah mengerem ekspor dan menaikkan impor dalam rangka menambah stok pangan dalam negeri. Apakah berarti ini tanda-tanda bahwa harga beras akan tetap tinggi bahkan setelah lebaran??
Menurut Sianiwati, seorang ibu rumah tangga, menjelang lebaran saja semua harga bahan pokok pangan sudah naik setinggi langit, "harganya naik dua kali lipat," sahutnya. Dan bukan beras saja, seluruh bahan pangan harganya naik karena implikasi yang terjadi. " Ini bukan cuma karena Lebaran saja harganya naik, tapi jauh dari sebelum Lebaran, harga-harga sudah naik terus menerus. Sebentar-sebentar semua barang naik harga, padahal gaji tidak naik." Sambungnya lagi panjang lebar.
Keadaan iklim Indonesia (dan dunia) yang berubah-ubah tak tetap belakangan ini memang memicu kegagalan panen di berbagai sektor, membuat persediaan nasional menjadi tidak stabil dan merujung pada meroketnya harga bahan pangan.Pemerintah mencanangkan berbagai macam kebijakan untuk kebaikan bersama. Namun melihat keadaan seperti sekarang ini, jika pemerintah mengulangi kesalahan sekali lagi, akankah Indonesia terancam panceklik??
Oleh : Ellen Budianto (915080058)
Source :
Kompas Cetak
Senin, 30 Agustus 2010
Halaman 1
Friday, August 27, 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)